Kegiatan Workshop “Talk Show” yang disiarkan secara langsung (live) oleh Televisi Republik Indonesia (TVRI) Gorontalo pada 16 Juni 2014. Kegiatan ini mengambil tempat di Studio Gedung TVRI Gorontalo di Jalan Agus Salim Kota Gorontalo. Tokoh-tokoh masyarakat yang hadir dalam acara ini diantaranya:
a. Tortama KN VI, Bapak Sjafrudin Mosi’i, S.E., M.M.;
b. Pengamat Kebijakan Publik Gorontalo, Prof. Dr. Yulianto Kadir;
c. Moderator dari Kantor Pelayanan Keuangan Negara dan Lelang (KPKNL) Gorontalo
Tujuan dari kegiatan “Talk Show”” ini adalah mendekatkan BPK kepada masyarakat sehingga masyarakat mengetahui tugas dan fungsi BPK terutama BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo. Selain memperkenalkan dan mendekatkan BPK kepada masyarakat, pada kesempatan ini juga dibahas beberapa persoalan mengenai lika-liku laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo maupun di lingkup Nasional diantaranya adalah:
a. Masalah aspek yang mempengaruhi kewajaran laporan keuangan;
Pembahasan seputar aspek-aspek yang mempengaruhi kewajaran laporan keuangan yakni
1) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan,
2) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures),
3) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
4) efektivitas sistem pengendalian internal.
Tortama KN VI, Sjafrudin Mosi’i menegaskan bahwa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bukan berarti bersih dari korupsi. Penjelasan tersebut dilontarkan karena banyaknya anggapan masyarakat atas opini WTP yang diartikan tidak ada korupsi atau penyelewengan. Anggapan ini dimaklumi. Pasalnya, masyarakat kurang memahami tujuan dari pemeriksaan BPK atas laporan keuangan dan makna dari opini yang diberikan. Sjafrudin Mosi’i mengatakan bahwa jika BPK memberikan opini WTP, bukan berarti menjamin institusi yang menjadi auditee (pihak yang diperiksa BPK) tidak terjadi penyimpangan atau korupsi dalam mengelola keuangan negara. Pasalnya, tanggung jawab pemeriksa hanya terbatas pada opini yang diberikannya.
b. Kemiripan masalah yang terjadi pada Laporan Keuangan Pemda Wilayah Timur Indonesia ;
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sebagian besar masalah yang terjadi pada Pemerintah Daerah di Provinsi Gorontalo, yang selalu menjadi batu sandungan adalah Aset Daerah. Ketidakjelasan manajemen aset membuat keyakinan pemeriksa tidak dapat meyakini nilai yang disajikan oleh Pemerintah Daerah sehingga menyebabkan ketidakwajaran penyajian pada laporan keuangan. Adapun asersi yang harus dipenuhi antara lain:
1) Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence);
2) Kelengkapan (completeness);
3) Hak dan kewajiban (right and obligation);
4) Penilaian (valuation) atau alokasi;
5) Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure);
Hampir sama dengan Pemerintah Daerah di Provinsi Gorontalo, Pemerintah Daerah pada wilayah timur Indonesia juga memiliki permasalahan yang mayoritas sama. Yaitu permasalahan Manajemen Aset sehingga mempengaruhi kewajaran laporan keuangan.
2. Tortama KN VI memberikan penjelasan suatu temuan dapat berpengaruh terhadap opini jika temuan tersebut secara material berkaitan dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan, atau sifat yang membatasi lingkup pemeriksaan pemeriksa. Setiap pengecualian atau keberatan pemeriksa di dalam paragraf opini seyogyanya termuat pula dalam laporan kepatuhan atau laporan pengendalian intern. Sebagaimana diuraikan di atas temuan akan berpengaruh terhadap opini apabila berkaitan dengan kedua faktor sebagai berikut.
a. Faktor pembatasan ruang lingkup (pembatasan oleh auditee, dokumen tidak lengkap, dan ketidakpastian) yang berarti pemeriksa tidak dapat menerapkan standar audit (penyimpangan dari standar audit)
b. Faktor laporan keuangan tidak disajikan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum dan tidak diterapkan secara konsisten (penyimpangan dari prinsip akuntansi)
Dalam kesempatan tersebut, Tortama KN VI juga menjelaskan jenis opini yang diberikan oleh BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, yaitu :
a. WTP, bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum;
b. WDP, bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan (salah saji, ketidakcukupan bukti);
c. Adverse, ketika pemeriksa, setelah memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup memadai, menyimpulkan bahwa salah saji yang ditemukan, baik secara individual maupun aggregat, adalah material dan pervasive (berpengaruh secara keseluruhan) pada laporan keuangan;
d. Disclaimer, pemeriksa tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup memadai sebagai dasar opini, dan pemeriksa menyimpulkan bahwa dampak salah saji yang tidak terdeteksi pada laporan keuangan. Dalam kondisi ekstrim yang melibatkan banyak ketidakpastian, pemeriksa menyimpulkan bahwa terlepas dari perolehan bukti pemeriksaan yang cukup memadai terkait setiap ketidakpastian.
3. Animo masyarakat atas permasalahan Laporan Keuangan pada wilayah timur Indonesia terutama di Gorontalo terlihat dari pola penelepon menyampaikan pertanyaan, sanggahan bahkan kritikan. Beberapa contoh diatas yaitu
a. Rustam Padengo menanyakan masalah tanahnya yang diakui oleh pemerintah kabupaten Gorontalo belum adanya ganti rugi atas tanah tersebut.
b. Yakob Rumpa menanyakan Opini WTP yang diberikan kepada Kabupaten Bone Bolango sudah layak, kok masih ada yang asetnya digugat oleh pihak lain.
c. Amri Yakob memberikan apresiasi kepada BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo yang telah membimbing Kabupaten Boalemo dalam pengelolaan keuangan daerah sehingga mendapatkan opini WTP.