Gorontalo, 30/07/2021 – Sebagai bagian dari sinergitas dalam profesionalime, Kepala Perwakilan BPK Provinsi Gorontalo, Dwi Sabardiana mengikuti Dialog Hukum yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Kelas I A Gorontalo sebagai Narasumber. Dialog Hukum & Peradilan Seri Ke-4 bertajuk “Tindak Pidana Korupsi” diselenggarakan pada Jumat 30 Juli 2021 di Gedung Pengadilan Hubungan Industrial dan Tipikor Gorontalo di Jalan Drs. Achmad Nadjamuddin, Kota Gorontalo.
Materi hukum yang didiskusikan meliputi 4 hal yakni: Perhitungan Kerugian Negara, Pengaturan trading in influence Undang-Undang dalam Tindak Pidana Korupsi, Perbuatan Korupsi sebagai Penyalahgunaan Wewenang dan Keadilan dalam Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi. Selain Dwi Sabardiana, narasumber lainnya adalah Prayitno Iman Santosa, SH., MH (Ketua Pengadilan Negeri Kelas I A Gorontalo), Cecep Dudi Muklis Sabigin, SH.MH, MPd (Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Negeri Kelas IA Gorontalo) dan Rismanto, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum dari Universitas Negeri Gorontalo. Pada kesempatan ini hadir pula Walikota Gorontalo, Marthen Taha, SE.,M.Ec.Dev.
Menurut Prayitno Iman Santosa, diskusi ini memang dilakukan secara terbatas pada kalangan hukum khususnya di lembaga peradilan dan para pengampu fakultas hukum di wilayah Provinsi Gorontalo. Namun demikian, diskusi ini diharapkan dapat membuka pemikiran-pemikiran hukum yang baru ataupun masukan lainnya dari para dosen maupun mahasiswa jurusan hukum baik sarjana, pascasarjana maupun doktoral. Untuk selanjutnya dapat diusulkan dalam pembahasan formulasi hukum secara luas.
Dwi Sabardiana dalam paparannya menyampaikan bahwa BPK berperan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran BPK tersebut meliputi peran deteksi dan preventif, serta investigatif dan litigatif. Peran deteksi dan preventif dilaksanakan oleh seluruh jenis pemeriksaan secara umum, dimana setiap pemeriksaan wajib dirancang agar mampu mengidentifikasi, menilai dan merespon risiko terjadinya perbuatan fraud. Hal ini ditegaskan dalam pengaturan di SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara), yakni pada PSP 200 paragraf 19 yang menyatakan bahwa Pemeriksa harus merancang prosedur yang memadai untuk memperoleh bukti pemeriksaan yang memadai dan layak atas risiko kecurangan yang telah teridentifikasi.
Foto Suasana Dialog Hukum dan Peradilan di Gedung Pengadilan Hubungan Industrial dan Tipikor Gorontalo
Selanjutnya pada peran investigatif, BPK berperan untuk mengungkap adanya unsur tindak pidana maupun menghitung kerugian negara melalui pemeriksaan investigasi. Untuk peran litigatif, ada pada saat BPK menunjuk pemeriksanya untuk menjadi Ahli pada persidangan kerugian negara/daerah. Oleh karena itu kewenangan BPK ini diperkuat dengan metodologi perhitungan kerugian negara/daerah yang memadai sesuai SPKN.
Setelah pemaparan dari para narasumber, diskusi berkembang dengan dinamika yang aktif melalui tanya jawab. Terdapat pertanyaan untuk narasumber baik kepada Dwi Sabardiana maupun narasumber lain. Salah seorang peserta bertanya tentang maksud dari Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional. Namun, dalam hal tertentu Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian Negara dan besarnya kerugian Negara.
Salah Satu Peserta Bertanya Tentang Kewenangan Hakim dan BPK dalam Perhitungan Kerugian Negara
Prayitno Iman Santosa menjelaskan hal tersebut dimaksudkan bahwa siapa saja yang memiliki keahlian dapat melakukan perhitungan kerugian negara, akan tetapi yang dapat menyatakan besaran kerugian negara hanyalah BPK. Menurut Prayitno Iman Santosa, bahwa sesuai SEMA No. 4 Tahun 2016 tersebut dinyatakan bahwa BPK memiliki kewenangan secara konstitusional untuk menghitung kerugian negara/daerah secara pemeriksaan investigatif dan berwenang men-declare kerugian negara/daerah. Hakim akan menilai perhitungan tersebut apakah sudah sesuai logika hukumnya maka keyakinan atas perhitungan kerugian keuangan negara tetap ada pada hakim.
Dwi Sabardiana menjelaskan terdapat 2 aspek dalam perhitungan kerugian negara, yakni aspek keahlian dan aspek kewenangan. BPK memiliki kewenangan untuk menghitung kerugian negara/daerah yang dinyatakan oleh Undang-Undang. Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan investigatif perhitungan kerugian negara adalah personil yang terlatih dan menguasai teknologi tertentu seperti digital forensic. Para pemeriksa harus mendapatkan penugasan pemeriksaan investigasi dari BPK untuk dapat melakukan pemeriksaan perhitungan kerugian negara/daerah dan demikian pula untuk menjadi Ahli pada persidangan tindak pidana korupsi. Tanpa penugasan dari BPK maka pemeriksa BPK tidak dapat serta merta menjadi ahli di persidangan tersebut.
Semoga dialog hukum dan peradilan yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Kelas IA Gorontalo dapat berjalan secara langgeng agar dapat mendiseminasikan pengetahuan-pengetahuan profesional maupun akademisi terkait dengan hukum khususnya perhitungan kerugian negara. (WD/WRD)